PENGENDALIAN VECTOR
DEFINISI
VEKTOR
Vektor adalah
anthropoda yang dapat menimbulkan dan menularkan suatu Infectious agent dari
sumber Infeksi kepada induk semang yang rentan. Bagi dunia kesehatan
masyarakat, binatang yang termasuk kelompok vektor yang dapat merugikan
kehidupan manusia karena disamping mengganggu secara langsung juga sebagai
perantara penularan penyakit, seperti yang sudah diartikan diatas. Adapun dari
penggolongan binatang ada dikenal dengan 10 golongan yang dinamakan phylum
diantaranya ada 2 phylum sangat berpengaruh terhadap kesehatan manusia yaitu
phylum anthropoda seperti nyamuk yang dapat bertindak sebagai perantara
penularan penyakit malaria, deman berdarah, dan Phyluml chodata yaitu tikus
sebagai pengganggu manusia, serta sekaligus sebagai tuan rumah (hospes), pinjal
Xenopsylla cheopis yang menyebabkan penyakit pes. Sebenarnya disamping nyamuk
sebagai vektor dan tikus binatang pengganggu masih banyak binatang lain yang
berfimgsi sebagai vektor dan binatang pengganggu. Namun kedua phylum sangat
berpengaruh didalam menyebabkan kesehatan pada manusia, untuk itu keberadaan
vektor dan binatang penggangu tersebut harus di tanggulangi,
sekalipun demikian
tidak mungkin membasmi sampai keakar-akarnya melainkan kita hanya mampu
berusaha mengurangi atau menurunkan populasinya kesatu tingkat ertentu yang
tidak mengganggu ataupun membahayakan kehidupan manusia. Dalam hal ini untuk
mencapai harapan tersebut perlu adanya suatu managemen pengendalian dengan arti
kegiatan-kegiatan/proses pelaksanaan yang bertujuan untuk memurunkan densitas
populasi vektor pada tingkat yang tidak membahayakan
TUJUAN PENGENDALIAN VEKTOR
Mengurangi atau
menekan populasi organisme pengganggu serendah-rendahnya sehingga tidak berarti
lagi dalam menimbulkan kerugian
Menghindarkan kontak
antara organisme pengganggu dan organisme berguna/budidaya/manusia
Peranan vektor
Secara
definisi vektor adalah parasit arthropoda dan siput air yang berfungsi sebagai
penular penyakit baik pada manusia maupun hewan. Ada beberapa jenis vektor
dilihat dari cara kerjanya sebagai penular penyakit. Keberadaan vektor ini
sangat penting karena kalau tidak ada vektor maka penyakit tersebut juga tidak
akan menyebar.
Vektor potensial
adalah vektor yang secara aktif berperan dalam penyebaran penyakit. Vektor ini
baik secara biologis maupun mekananis selalu mencari hospesnya untuk
kelangsungan hidupnya. Selain itu ada vektor pasif, artinya secara ilmiah dapat
dibuktikan bahwa dalam tubuh vektor ada agen patogen dan dapat menularkan agen
tersebut kepada hospes lain, tetapi vektor ini tidak aktif mencari mangsanya.
Dengan adanya perubahan lingkungan, kemungkinan vektor tersebut dapat berubah
menjadi aktif.
Vektor biologis,
dimana agen penyakit harus mengalami perkembangan ke stadium lebih lanjut. Bila
tidak ada vektor maka agen penyakit kemungkinan akan mati. Contoh yang paling
mudah adalah schistosomiasis, penyakit akibat cacing schistosoma japonicum. Larva
(miracidium) masuk ke dalam tubuh siput, berkembang menjadi sporocyst dan
selanjutnya menjadi redia, kemudian menjadi cercaria yang akan keluar dari
tubuh siput, aktif mencari definif host, melalui kulit dimana akan terjadi
dermatitis (soulsby, 1982).
Vektor mekanis,
dimana agen penyakit tidak mengalami perkembangan, tetapi hanya sebagai pembawa
agen penyakit. Tidak seperti penyakit malaria atau arbovirus dimana terjadinya
infeksi cukup satu kali gigitan vektor yang sudah terinfeksi, pada infeksi
filaria, vektor harus sering menggigit hospesnya agar terjadi infeksi.
Diperkirakan lebih dari 100 gigitan agar cacing dapat bereproduksi dan
menghasilkan mikrofilaria.
Vektor insidentil,
vektor ini secara kebetulan hinggap pada manusia, kemudian mengeluarkan faeces
yang sudah terkontaminasi agen penyakit dekat mulut. Secara tidak sengaja masuk
ke dalam mulut, contohnya pada penyakit chagas yang disebabkan oleh trypanosoma
cruzi dan vektor yang berperan adalah triatoma bugs. Vektornya sebenarnya masuk
dalam siklus silvatik, hanya diantara hewan rodensia. Manusia terkontaminasi
bila vektornya masuk dalam lingkungan manusia.
II. VEKTOR DAN BINATANG
PENGANGGU
1. Jenis-jenis Vektor.
Seperti telah diketahui vektor adalah
Anthropoda yang dapat memindahkan/menularkan suatu infectious agent dari sumber
infeksi kepada induk semang yang rentan. Sebagian dari Anthropoda dapat
bertindak sebagai vektor, yang mempunyai ciriciri kakinya beruas-ruas, dan
merupakan salah satu phylum yang terbesar jumlahnya karena hampir meliputi 75%
dari seluruh jumlah binatang.
Antropoda dibagi menjadi 4 kelas :
1. Kelas crustacea (berkaki 10):
misalnya udang
2. Kelas Myriapoda : misalnya binatang
berkaki seribu
3. Kelas Arachinodea (berkaki 8) :
misalnya Tungau
4. Kelas hexapoda (berkaki 6) : misalnya
nyamuk
Dari kelas hexapoda
dibagi menjadi 12 ordo, antara lain ordo yang perlu
diperhatikan dalam
pengendalian adalah :
a. Ordo Dipthera yaitu
nyamuk, lalat
-Nyamuk anopheles
sebagai vektor malaria
-Nyamuk aedes sebagai
vektor penyakit demam berdarah
-Lalat tse-tse
sebagai vektor penyakit tidur
-Lalat kuda sebagai
vektor penyakit Anthrax
b. Ordo Siphonaptera yaitu pinjal
- Pinjal tikus
sebagai vektor penyakit pes
c. Ordo Anophera yaitu kutu kepala
- Kutu kepala sebagai
vektor penyakit demam bolak-balik dan typhus
exantyematicus.
Selain vektor diatas,
terdapat ordo dari kelas hexapoda yang bertindak sebagai
binatang pengganggu
antara lain:
-Ordo hemiptera,
contoh kutu busuk
-Ordo isoptera, contoh
rayap
-Ordo orthoptera,
contoh belalang
-Ordo coleoptera,
contoh kecoak
Sedangkan dari phylum
chordata yaitu tikus yang dapat sebagai sebagai binatang
pengganggu, dapat
dibagi menjadi 2 golongan :
1. Tikus besar (Rat)
Contoh :-Rattus
norvigicus (tikus riol )
-Rattus-rattus
diardiil (tikus atap)
-Rattus-rattus
frugivorus (tikus buah-buahan)
2. Tikus kecil (mice)
Contoh:Mussculus
(tikus rumah)
2.Identifikasi,
Sifat dan Perilaku Vektor dan Binatang Pengganggu
2.1.
Siklus hidup nyamuk
Nyamuk sejak telur
hingga menjadi nyamuk dewasa, sama dengan serangga yang mengalami tingkatan
(stadia) yang berbeda-beda. Dalam siklus hidup nyarnuk terdapat 4 stadia dengan
3 stadium berkembang di dalam air dari satu stadium hidup dialam bebas :
1.Nyamuk dewasa:
Nyamuk jantan dan
betina dewasa perbandingan 1 : 1, nyamuk jantan keluar terlebih dahulu dari
kepompong, baru disusul nyarnuk betina, dan nyamuk jantan tersebut akan tetap
tinggal di dekat sarang, sampai nyamuk betina keluar dari kepompong, setelah
jenis betina keluar, maka nyamuk jantan akan langsung mengawini betina sebelum
mencari darah. Selama hidupnya nyamuk betina hanya sekali kawin. Dalam
perkembangan telur tergantung kepada beberapa factor antara lain temperatur dan
kelembaban serta species dari nyamuk.
2.Telur
nyamuk.
Nyamuk biasanya
meletakkan telur di tempat yang berair, pada tempat yang keberadanya kering
telur akan rusak dan mati. Kebiasaan meletakkan telur dari nyamuk berbeda -beda
tergantung dari jenisnya.
-Nyamuk anopeles akan
meletakkan telurnya dipermukaan air satu persatu ataubergerombolan tetapi
saling lepas, telur anopeles mempunyai alat pengapung.
-Nyamuk culex akan
meletakkan telur diatas pemlukaan air secara bergerombolan dan bersatu
berbentuk rakit sehingga mampu untuk mengapung.
-Nyamuk Aedes
meletakkan telur dan menempel pada yang terapung diatas air atau menempel pada
pemlukaan benda yang merupakan tempat air pada batas pemlukaan air dan
tempatnya. Sedangkan nyamuk mansonia meletakkkan telurnya menempel pada
tumbuhan-tumbuhan air, dan diletakkan secara bergerombol berbentuk karangan
bungan. Stadium telur ini memakan waktu 1 -2 hari.
3.
Jentik nyamuk
Pada perkembangan
stadium jentik, adalah pertumbuhan dan melengkapi bulubulunya, stadium jentik
mermerlukan waktu 1 minggu. Pertumbuhan jentik dipengaruhi faktor temperatur,
nutrien, ada tidaknya binatang predator.
4.
Kepompong
Merupakan stadium
terakhir dari nyamuk yang berada di dalam air, pada stadium ini memerlukan
makanan dan terjadi pembentukan sayap hingga dapat terbang, stadium kepompong
memakan waktu lebih kurang 1 -2 hari.
2.2.
Tempat Berkembang Biak (Breeding Places)
Dalam perkembang
biakan nyamuk selalu memerlukan tiga macam tempat yaitu tempat berkembang biak
(breeding places), tempat untuk mendapatkan unpan/darah (feeding places) dan
tempat untuk beristirahat (reesting palces). Nyamuk mempunyai tipe breeding
palces yang berlainan seperti culex dapat berkembang di sembarangan tempat air,
sedangkan Aedes hanya dapat berkembang biak di air yang cukup bersih dan tidak
beralaskan tanah langsung, mansonia senang berkembang biak di kolam-kolam,
rawa-rawa danau yang banyak tanaman airya dan
Anopeheles bermacam
breeding placec, sesuai dengan jenis anophelesnya sebagai berikut :
1. Anopheles
Sundaicus, Anopheles subpictus clan anopheles vagus senang berkembang biak di
air payau.
2. Tempat yang
langsung mendapat sinar matahari disenangi nyamuk anopheles sundaicus,
anopheles mucaltus dalam berkembang biak.
3. Breeding palces
yang terlindung daTi sinar matahari disenangi anopheles vagus, anopheles
barbumrosis untuk berkembang biak.
4. Air yang tidak
mengalir sangat disenangi oleh nyamuk anopheles vagus, indefinitus,
leucosphirus untuk tempat berkembang biak.
5. Air yang tenang
atau sedikit mengalir seperti sawah sangat disenangi anopheles acunitus, vagus,
barbirotus, anullaris untuk berkembang biak.
2.3.
Kebiasaan menggigit
Waktu keaktifan
mencari darah dari masing -masing nyamuk berbeda –beda, nyamuk yang aktif pada
malam hari menggigit, adalah anopheles dan colex sedangkan nyamuk yang aktif
pada siang hari menggigit yaitu Aedes. Khusus untuk anopheles, nyamuk ini bila
menggigit mempunyai perilaku bila siap menggigit langsung keluar rumah. Pada
umumnya nyamuk yang menghisap darah adalah nyamuk betina.
2.4.
Tempat beristirahat (resting places)
Biasanya setelah
nyamuk betina menggigit orang/hewan, nyamuk tersebut akan beristirahat selama 2
-3 hari, misalnya pada bagian dalam rumah sedangkan diluar rumah seperti gua,
lubang lembab, tempat yang berwarna gelap dan lain lain merupakan tempat yang
disenangi nyamuk untuk berisitirahat.
2.5.
Bionomik nyamuk (kebiasaan hidup)
Bionomik sangat
penting diketahui dalam kegiatan tindakan pemberantasan misalnya dalam
pemberantasan nyamluk dengan insectisida kita tidak mungkin melaksanakannya,
bilamana kita belum mengetahui kebiasaan hidup dari nyamuk, terutama yang
menjadi vektor dari satu penyakit. Pada hakekatnya serangga sebagai mahluk
hidup mempunyai bermacam-macam kebiasaan, adapun yang perlu diketahui untuk
pemberantasan/pengendalian misalnya :
a. Kebiasaan yang
berhubungan dengan perkawinan/mencari makan, dan lamanyan hidup.
b. Kebiasaan kegiatan
diwaktu malam, dan perputaran menggigitnya.
c. Kebiasaan
berlindung diluar rumah dan di dalam rumah.
d. Kebiasaan memilih
mangsa
e. Kebiasaan yang
berhubungan dengan iklim, suhu, kelembaban dll.
f. Kebiasaan di dalam
rumah atau di luar rumah yang berhubungan dengan penggunaan.
3. L
a l a t
Lalat merupakan kelas
insekta dari diptera, yang terpenting adalah golongan Clyptrata muscodiae
bagian dari super family muscodiae.
3.1.
Genus Musca
Genus musca yang
penting diketahui adalah spesies yang sering terdapat di sekitar rumah dan di
dalam rumah adapun tanda-tanda dari lalat rumah (muscadomestica) tubuh berwarna
coklat dan kehitam-hitaman pada thorax terdapat 4 garis hitam dan 1 garis hitam
medial pada abdomen punggung, vein ke empat dari sayap berbentuk sudut, antena
mempunyai 3 segmen, mata terpisah, methamorphosenya sempurna serta tubuh lalat
jantan lebih kecil dari tubuh lalat betina.
3.2.
Siklus hidup
Lalat memiliki bentuk
telur lonjong berwarna putih, lalat betina sekali bertelur 100 -200 telur,
stadium lamanyan menetas 12 -24 jam dipengaruhi suhu lingkungan. Dari stadium
telur sampai dewasa lamanya sampai 8 -20 hari temperatur optimum untuk
kehidupan lalat 24 ° C -32 ° C. Tanpa air lalat akan dapat bertahan hidup sampai
±48 jam .
3.3.
Tempat berkembang biak
Tempat Yang disenangi
lalat untuk berkembang biak umumnya pada sampah sampah basah, kotoran manusia,
binatang dan tumbuh -tumbuhan yang membusuk.
3.4.
Cara terbang
Lalat suka terbang
terus-menerus, dari hasil penyelidikan jarak terbang lalat pada daerah yang
padat penduduknya tidak lebih dari 0,5 km.
3.5.
Cara bertelur
Lalat masa
bertelurnya 4 -20 hari dan setiap betina dapat bertelur 4 -5 kali semur
hidupnya, dengan jumlah sekali bertelur 100 -150 butir.
4.
Tikus
Untuk dapat mengenal
tikus dalam arti sesunggunya (family muridae) dapat dilakukan dengan
indentifikasi morfologi yang menyolok pada jenis tikus) memperhatikan
lingkungan hidupnya serta penelusuran secara deskripsi.
4.1.
Kebiasaan -kebiasaan tikus.
Tikus mempunyai
penglihatan yang buruk tetapi mempunyai panca indera seperti pencium yang
tajam, meraba, mendengar. Pada malam hari tikus bergerak di pandu oleh rambut,
kumis yang panjang peka terhadap sentuhan. Tikus senang dengan bau harum,
khususnya Yang berasal dari makanan manusia. Kebiasaan waktu makan adalah pada
malam hari, tikus tidak senang ditempat-tempat yang ramai misalnya gaduh oleh
suara mesin melainkan senang ditempat-tempat penyimpanan makanan. Kesukaan
mencari makan adalah seperti ditempat sampah, lemari, selokan dan dapur. Umur
hidup seekor tikus rata–rata mencapai 1 tahun dan pembiakan cepat terjadi
selama musim hujan, apabila terdapat banyak makanan dan tempat untuk berlindung.
4.2.
Tanda ada atau tidaknya tikus.
a. Ada dijumpai bekas
gigitan yang ditinggalkan tikus misalnya pada pintu jendela, dll.
b. Alur jalan tikus
pada umumnya kotor dan berminyak.
c. Di jumpai kotoran
tikus, kotoran yang masih lembek, mengkilap berwarna gelap adalah ciri-ciri
kotoran yang masih baru, sedangkan kotoran yang sudah lama, keras, kering dan
umumnya bewarna abu -abu.
d. Terdengar adanya
suara tikus pada saat hari sudah muali gelap. Sarang tikus dijurnpai pada
dinding, pada pohon-pohon, tanam-tanaman dan di sela -sela pada rumah, dll.
III.
METODOLOGI PENGENDALIAN
Dalarn pengendalian
vektor tidaklah mungkin dapat dilakukan pembasmian sampai tuntas, yang mungkin
dan dapat dilakukan adalah usaha mengurangi dan menurunkan populasi kesatu tingkat
yang tidak membahayakan kehidupan manusia. Namun hendaknya dapat diusahakan
agar segala kegiatan dalam rangka memurunkan populasi vektor dapat mencapai
hasil yang baik. Untuk itu perlu diterapkan teknologi yang sesuai, bahkan
teknologi sederhanapun, yang penting di
dasarkan prinsip dan
konsep yang benar. Adapun prinsip dasar dalam pengendalian vektor yang dapat
dijadikan sebagai pegangan sebagai berikut :
1. Pengendalian
vektor harus menerapkan bermacam-macam cara pengendalian agar vektor tetap
berada di bawah garis batas yang tidak merugikan/ membahayakan.
2. Pengendalian
vektor tidak menimbulkan kerusakan atau gangguan ekologis terhadap tata
lingkungan hidup. Sesuai dengan hal tulisan di atas, penulis mencoba
menyampaikan suatu metode pengendalian/pemberantasan nyamuk malaria secara
sederhana.
1. Pemberantasan Vektor Malaria dengan cara Sederhana.
Pemberantasan secara
sederhana ini adalah dilakukan untuk anopheles aconitus dan Anopheles sundaicus
yang merupakan vektor malaria. Dalam pemberantasan ini terlebih dahulu
dilakukan pengamatan dengan melihat umur tanaman padi, khususnya tanaman padi
rata-rata 4 minggu setelah tanam, karena hal ini menerangkan densitas aconitus
mulai meninggi. Tempat perindukan nyamuk anopheles aconitus adalah tempat yang
tertutup oleh tanaman air, sedangkan bila permukaan airnya bersih densitasnya
rendah, pada hakekatnya tinggi rendahnya densitas anopheles aconitus sulit di
ramalkan. Dari hasil suatu penelitian dan pengamatan, untuk menanggulangi
nyamuk aconitus dapat dilakukan dengan pengendalian yang sederhana yaitu dengan
cara non kimiawi yang tidak mempunyai efek pencemaran lingkungan. Cara ini
dapat
dilakukan secara
gotong-royong maupun perorangan oleh masyarakat.
1.1. Pengamatan Vektor
Pengamatan vektor sangat
penting karena dari kegiatan ini akan terkumpul data yang menerangkan keadaan
dan perilaku vektor (nyamuk aconitus) pada suatu waktu. Cara pemberantasan
sederhana ini dilakukan terlebih dahulu meninjau lapangan dan menganalisa
keadaan lingkungan, khusus tempat peridukan vektor. Nyamuk anopheles aconitus
tempat perindukan sering di jmnpai di sawah dan saluran irigasi, dan daerah
yang petaninya tidak menanam padi dengan serentak, pada daerah seperti ini
densitas anopheles aconitus tinggi. Bila penanaman padi oleh petani dilakukan
dengan serentak maka densitas nymuk tersebut anopheles aconitus menyenangi
darah hewan binatang akan tetapi banyak di jumpai menggigit orang diluar rumah,
tempat istirahat utama adalah tebing parit, Sungai yaitu di bagian dekat air
yang lembab,
nyamuk ini di dalam
rumah akan hinggap di bagian bawah dinding setinggi + 80 cm dari lantai.
1.2. Pemberantasan
Penyebaran anopheles
aconitus terutama dijumpai pada daerah persawahan, sebenarnya upaya
pemberantasan vektor utama yang dapat dilakukan adalah penyemprotan runah serta
bangunan-bangunan lainnya, seperti dengan menggunakan fenitrothion, namun
pemberantasan ini membutuhkan biaya berlipat ganda, dan harus di sadari bahwa
dengan penyemprotan adalah
suatu kebijaksanaan
jangka pendek sedangkan jangka panjang adalah pengelolaan lingkungan. Cara
sederhana diharapkan, yang memungkinkan dapat dilakukan oleh masyarakat dan
mampu mengerjakannya.
1.2.1. Untuk mengurangi densitas anopheles aconitus petani
diharapkan merawat
saluran irigasi, bagian
tepi saluran tidak ada kantong-kantong air hingga air mengalir lancar, dan
menanam padi harus serentak sehingga densitas anopheles aconitus terbatas pada
periode pendek yaitu pada minggu ke 4 hingga minggu ke 6 setelah musim tanam.
1.2.2. Pengendalian Jentik
Perkembangan jentik
hingga dewasa membutuhkan air jika tidak ada air akan mati, maka pengeringan
berkala sawah hingga kering betul, merupakan cara pengendalian jentik anopheles
aconitus yang dapat dilakukan oleh masyarakat petani.
Perkembangan dari
telur hingga menjadi nyamuk diperlukan waktu 13-16 hari, karenanya pengeringan
cukup dilakukan dipersawahan, yang dilakukan setiap 10 kali selama 2 hari. Cara
lain yaitu petani diharapkan membudayakan tanaman selang-seling antara tanaman
berair dengan tanaman tanpa air misalnya palawija, penebaran ikan pemakan
jentik. ikan yang di tebarkan tidak mesti ikan kecil tetapi dapat ikan yang
mempunyai nilai ekonomi misalnya ikan mujahir, semua keterangan diatas adalah
untuk pengendalian jentik.
1.2.3. Pengendalia nyamuk dewasa dengan hewan ternak
Pengendalian nyamuk
dewasa dapat dilakukan oleh masyarakat yang memiliki temak lembu, kerbau, babi.
Karena nyamuk anopheles aconitus adalah nyamuk yang senangi menyukai darah
binatang (ternak) sebagai sumber mendapatkan darah, untuk itu ternak dapat
digunakan sebagai tameng untuk melindungi orang dari serangan anopheles
aconitus yaitu dengan menempatkan kandang ternak diluar rumah (bukan dibawah
kolong dekat dengan rumah). Perlu diketahui bahwa nyamuk anopheles aconitus ini
memiliki ciri-cirinya berwarna agak kehitam-hitaman dan rusuk ke 6 mempunyai 3
noda hitam, jumpai pada ujung
rusuk ke 6 putih
serta moncong (promboces) separuh bagian ke ujungnya coklat ke kuning-kuningan.
Nyamuk anopheles aconitus banyak dijumpai didaerah pulau jawa sedangkan di
Sumatera Utara banyak dijumpai didaerah Tapanuli.
IV.KESIMPULAN
1. Pengendalian
anopheles aconitus dengan metode sedarhana ini dapat mengajak,khususnya
masyarakat petani dalam pemberantasan tanpa menggunakan biaya.
2. Masyarakat petani
diharapkan agar tetap memelihara kondisi saluran pengairan sehingga aliran air
di persawahan tetap lancar tanpa ada kantong-kantong di pinggir saluran.
3. Petani harus
menanam padinya serentak dan mengeringkan sawahnya tiap 10 hari selama 2 hari.
4. Petani diharapkan
membudayakan pola tanam selang-seling yaitu tanaman basah dan tanaman kering.
5. Ternak agar
ditempatkan kandangnya di dekat perindukan diluar rumah, dan tidak menyatu
dengan rumah, serta penebaran ikan pemakan jentik di sawah.
6. Pemberantasan
vektor malaria secara sederhmla ini sangat bermanfaat di daerahdaerah pedesaan/pedalaman
yang mempunyai areal persawahan yang luas dan metode pemberantasan sederhana
ini tidak menimbulkan pencemaran lingkungan.
DAFTARPUSTAKA
1.Santio Kirniwardoyo
(1992), Pengamatan dan pemberatasan vektor malaria,
sanitas. Puslitbang
Kesehatan Depkes Rl Jakarta
2.Adang Iskandar, Pemberantasan
serangga dan binatang pengganggu, APKTS
Pusdiknakes. Depkes RI. Jakarta
Departemen
Kesehatan RI. 2008. Perkembangan Kasus Demam Berdarah di Indonesia.
http://www.depkes.go.id. Diakses tanggal 13 Maret 2011.
Gandahusada,
s; D. Henry; Pribadi W. 1998. Parasitologi Kedokteran Edisi Ketiga.
Balai Penerbit FKUI: Jakarta.
Lestari,
Bekti D; Gama Z.P; Rahardi Brian. 2009. Identifikasi Nyamuk Di Kelurahan
Sawojajar Kota Malang. http://biologi.ub.ac.id/files/2010/12/BSS2010ZPGBR.pdf.
Diakses Tanggal 8 Maret 2011.
Nasrin.
2008. Faktor-Faktor Lingkungan dan Perilaku yang Berhubungan dengan Kejadian
Filariasis di Kabupaten Bangka Barat. http://eprints.undip.ac.id/18335/1/N_A_S_R_I_N.pdf.
Diakses tanggal 10 Maret 2011.
Noor,
Nasry. 2006. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular, PT. Rineka Cipta:
Jakarta.
Nurmaini.
2001. Identifikasi ,Vektor dan Binatang Pengganggu serta Pengendalian
Anopheles Aconitus secara Sederhana. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21913/4/Chapter%20II.pdf.
Diakses tanggal 8 Maret 2011.
Nurmaini.
2003. Mentifikasi Vektor dan Pengendalian Nyamuk Anopheles. Aconitus Secara
sederhana. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3705/1/fkm-nurmaini1.pdf.
Diakses tanggal 10 Maret 2011.
Nursakinah.
2008.Efficacy Bioinsectiside Extract Mulwo Leaf (Annona feticula L.) As
Larvacide to Aedes Aegepty In Laboratory. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/10/jtptunimus-gdl-s1-2008-nursakinah-495-3-bab2.pdf.
Diakses tanggal 10 Maret 2011.
Rosa
Emantis; Endah Setyaningrum; Sri Murwani; Irwan Halim. 2009. Identifikasi
dan Aktivitas Menggigit Nyamuk Vektor Malaria Di Daerah Pantai Puri Gading
Kelurahan Sukamaju Kecamatan Teluk Betung Barat Bandar Lampung. http://lemlit.unila.ac.id/file/arsip%202010./Prosiding%20Dies%20Natalis/KELOMPOK%20A/05%20Emantis%20-%20FMIPA.pdf.
Diakses Tanggal 8 Maret 2011.
Nyamuk yang benar mengigit apa menghisap??
BalasHapushaha