my picture

my picture
pribadi

Selasa, 01 Mei 2012

pengendalian vektor


PENGENDALIAN VECTOR

DEFINISI VEKTOR
Vektor adalah anthropoda yang dapat menimbulkan dan menularkan suatu Infectious agent dari sumber Infeksi kepada induk semang yang rentan. Bagi dunia kesehatan masyarakat, binatang yang termasuk kelompok vektor yang dapat merugikan kehidupan manusia karena disamping mengganggu secara langsung juga sebagai perantara penularan penyakit, seperti yang sudah diartikan diatas. Adapun dari penggolongan binatang ada dikenal dengan 10 golongan yang dinamakan phylum diantaranya ada 2 phylum sangat berpengaruh terhadap kesehatan manusia yaitu phylum anthropoda seperti nyamuk yang dapat bertindak sebagai perantara penularan penyakit malaria, deman berdarah, dan Phyluml chodata yaitu tikus sebagai pengganggu manusia, serta sekaligus sebagai tuan rumah (hospes), pinjal Xenopsylla cheopis yang menyebabkan penyakit pes. Sebenarnya disamping nyamuk sebagai vektor dan tikus binatang pengganggu masih banyak binatang lain yang berfimgsi sebagai vektor dan binatang pengganggu. Namun kedua phylum sangat berpengaruh didalam menyebabkan kesehatan pada manusia, untuk itu keberadaan vektor dan binatang penggangu tersebut harus di tanggulangi,
sekalipun demikian tidak mungkin membasmi sampai keakar-akarnya melainkan kita hanya mampu berusaha mengurangi atau menurunkan populasinya kesatu tingkat ertentu yang tidak mengganggu ataupun membahayakan kehidupan manusia. Dalam hal ini untuk mencapai harapan tersebut perlu adanya suatu managemen pengendalian dengan arti kegiatan-kegiatan/proses pelaksanaan yang bertujuan untuk memurunkan densitas populasi vektor pada tingkat yang tidak membahayakan

TUJUAN PENGENDALIAN VEKTOR
Mengurangi atau menekan populasi organisme pengganggu serendah-rendahnya sehingga tidak berarti lagi dalam menimbulkan kerugian
Menghindarkan kontak antara organisme pengganggu dan organisme berguna/budidaya/manusia

Peranan vektor
Secara definisi vektor adalah parasit arthropoda dan siput air yang berfungsi sebagai penular penyakit baik pada manusia maupun hewan. Ada beberapa jenis vektor dilihat dari cara kerjanya sebagai penular penyakit. Keberadaan vektor ini sangat penting karena kalau tidak ada vektor maka penyakit tersebut juga tidak akan menyebar.
Vektor potensial adalah vektor yang secara aktif berperan dalam penyebaran penyakit. Vektor ini baik secara biologis maupun mekananis selalu mencari hospesnya untuk kelangsungan hidupnya. Selain itu ada vektor pasif, artinya secara ilmiah dapat dibuktikan bahwa dalam tubuh vektor ada agen patogen dan dapat menularkan agen tersebut kepada hospes lain, tetapi vektor ini tidak aktif mencari mangsanya. Dengan adanya perubahan lingkungan, kemungkinan vektor tersebut dapat berubah menjadi aktif.
Vektor biologis, dimana agen penyakit harus mengalami perkembangan ke stadium lebih lanjut. Bila tidak ada vektor maka agen penyakit kemungkinan akan mati. Contoh yang paling mudah adalah schistosomiasis, penyakit akibat cacing schistosoma japonicum. Larva (miracidium) masuk ke dalam tubuh siput, berkembang menjadi sporocyst dan selanjutnya menjadi redia, kemudian menjadi cercaria yang akan keluar dari tubuh siput, aktif mencari definif host, melalui kulit dimana akan terjadi dermatitis (soulsby, 1982).
Vektor mekanis, dimana agen penyakit tidak mengalami perkembangan, tetapi hanya sebagai pembawa agen penyakit. Tidak seperti penyakit malaria atau arbovirus dimana terjadinya infeksi cukup satu kali gigitan vektor yang sudah terinfeksi, pada infeksi filaria, vektor harus sering menggigit hospesnya agar terjadi infeksi. Diperkirakan lebih dari 100 gigitan agar cacing dapat bereproduksi dan menghasilkan mikrofilaria.
Vektor insidentil, vektor ini secara kebetulan hinggap pada manusia, kemudian mengeluarkan faeces yang sudah terkontaminasi agen penyakit dekat mulut. Secara tidak sengaja masuk ke dalam mulut, contohnya pada penyakit chagas yang disebabkan oleh trypanosoma cruzi dan vektor yang berperan adalah triatoma bugs. Vektornya sebenarnya masuk dalam siklus silvatik, hanya diantara hewan rodensia. Manusia terkontaminasi bila vektornya masuk dalam lingkungan manusia.
II. VEKTOR DAN BINATANG PENGANGGU
1. Jenis-jenis Vektor.
Seperti telah diketahui vektor adalah Anthropoda yang dapat memindahkan/menularkan suatu infectious agent dari sumber infeksi kepada induk semang yang rentan. Sebagian dari Anthropoda dapat bertindak sebagai vektor, yang mempunyai ciriciri kakinya beruas-ruas, dan merupakan salah satu phylum yang terbesar jumlahnya karena hampir meliputi 75% dari seluruh jumlah binatang.

Antropoda dibagi menjadi 4 kelas :
1. Kelas crustacea (berkaki 10): misalnya udang
2. Kelas Myriapoda : misalnya binatang berkaki seribu
3. Kelas Arachinodea (berkaki 8) : misalnya Tungau
4. Kelas hexapoda (berkaki 6) : misalnya nyamuk





Dari kelas hexapoda dibagi menjadi 12 ordo, antara lain ordo yang perlu
diperhatikan dalam pengendalian adalah :

a. Ordo Dipthera yaitu nyamuk, lalat
-Nyamuk anopheles sebagai vektor malaria
-Nyamuk aedes sebagai vektor penyakit demam berdarah
-Lalat tse-tse sebagai vektor penyakit tidur
-Lalat kuda sebagai vektor penyakit Anthrax

b. Ordo Siphonaptera yaitu pinjal
- Pinjal tikus sebagai vektor penyakit pes

c. Ordo Anophera yaitu kutu kepala
- Kutu kepala sebagai vektor penyakit demam bolak-balik dan typhus
exantyematicus.

Selain vektor diatas, terdapat ordo dari kelas hexapoda yang bertindak sebagai
binatang pengganggu antara lain:
-Ordo hemiptera, contoh kutu busuk
-Ordo isoptera, contoh rayap
-Ordo orthoptera, contoh belalang
-Ordo coleoptera, contoh kecoak

Sedangkan dari phylum chordata yaitu tikus yang dapat sebagai sebagai binatang
pengganggu, dapat dibagi menjadi 2 golongan :
1. Tikus besar (Rat)
Contoh :-Rattus norvigicus (tikus riol )
-Rattus-rattus diardiil (tikus atap)
-Rattus-rattus frugivorus (tikus buah-buahan)

2. Tikus kecil (mice)
Contoh:Mussculus (tikus rumah)

2.Identifikasi, Sifat dan Perilaku Vektor dan Binatang Pengganggu

2.1. Siklus hidup nyamuk
Nyamuk sejak telur hingga menjadi nyamuk dewasa, sama dengan serangga yang mengalami tingkatan (stadia) yang berbeda-beda. Dalam siklus hidup nyarnuk terdapat 4 stadia dengan 3 stadium berkembang di dalam air dari satu stadium hidup dialam bebas :
1.Nyamuk dewasa:
Nyamuk jantan dan betina dewasa perbandingan 1 : 1, nyamuk jantan keluar terlebih dahulu dari kepompong, baru disusul nyarnuk betina, dan nyamuk jantan tersebut akan tetap tinggal di dekat sarang, sampai nyamuk betina keluar dari kepompong, setelah jenis betina keluar, maka nyamuk jantan akan langsung mengawini betina sebelum mencari darah. Selama hidupnya nyamuk betina hanya sekali kawin. Dalam perkembangan telur tergantung kepada beberapa factor antara lain temperatur dan kelembaban serta species dari nyamuk.
2.Telur nyamuk.
Nyamuk biasanya meletakkan telur di tempat yang berair, pada tempat yang keberadanya kering telur akan rusak dan mati. Kebiasaan meletakkan telur dari nyamuk berbeda -beda tergantung dari jenisnya.
-Nyamuk anopeles akan meletakkan telurnya dipermukaan air satu persatu ataubergerombolan tetapi saling lepas, telur anopeles mempunyai alat pengapung.
-Nyamuk culex akan meletakkan telur diatas pemlukaan air secara bergerombolan dan bersatu berbentuk rakit sehingga mampu untuk mengapung.
-Nyamuk Aedes meletakkan telur dan menempel pada yang terapung diatas air atau menempel pada pemlukaan benda yang merupakan tempat air pada batas pemlukaan air dan tempatnya. Sedangkan nyamuk mansonia meletakkkan telurnya menempel pada tumbuhan-tumbuhan air, dan diletakkan secara bergerombol berbentuk karangan bungan. Stadium telur ini memakan waktu 1 -2 hari.
3. Jentik nyamuk
Pada perkembangan stadium jentik, adalah pertumbuhan dan melengkapi bulubulunya, stadium jentik mermerlukan waktu 1 minggu. Pertumbuhan jentik dipengaruhi faktor temperatur, nutrien, ada tidaknya binatang predator.
4. Kepompong
Merupakan stadium terakhir dari nyamuk yang berada di dalam air, pada stadium ini memerlukan makanan dan terjadi pembentukan sayap hingga dapat terbang, stadium kepompong memakan waktu lebih kurang 1 -2 hari.

2.2. Tempat Berkembang Biak (Breeding Places)
Dalam perkembang biakan nyamuk selalu memerlukan tiga macam tempat yaitu tempat berkembang biak (breeding places), tempat untuk mendapatkan unpan/darah (feeding places) dan tempat untuk beristirahat (reesting palces). Nyamuk mempunyai tipe breeding palces yang berlainan seperti culex dapat berkembang di sembarangan tempat air, sedangkan Aedes hanya dapat berkembang biak di air yang cukup bersih dan tidak beralaskan tanah langsung, mansonia senang berkembang biak di kolam-kolam, rawa-rawa danau yang banyak tanaman airya dan
Anopeheles bermacam breeding placec, sesuai dengan jenis anophelesnya sebagai berikut :
1. Anopheles Sundaicus, Anopheles subpictus clan anopheles vagus senang berkembang biak di air payau.
2. Tempat yang langsung mendapat sinar matahari disenangi nyamuk anopheles sundaicus, anopheles mucaltus dalam berkembang biak.
3. Breeding palces yang terlindung daTi sinar matahari disenangi anopheles vagus, anopheles barbumrosis untuk berkembang biak.
4. Air yang tidak mengalir sangat disenangi oleh nyamuk anopheles vagus, indefinitus, leucosphirus untuk tempat berkembang biak.
5. Air yang tenang atau sedikit mengalir seperti sawah sangat disenangi anopheles acunitus, vagus, barbirotus, anullaris untuk berkembang biak.

2.3. Kebiasaan menggigit
Waktu keaktifan mencari darah dari masing -masing nyamuk berbeda –beda, nyamuk yang aktif pada malam hari menggigit, adalah anopheles dan colex sedangkan nyamuk yang aktif pada siang hari menggigit yaitu Aedes. Khusus untuk anopheles, nyamuk ini bila menggigit mempunyai perilaku bila siap menggigit langsung keluar rumah. Pada umumnya nyamuk yang menghisap darah adalah nyamuk betina.

2.4. Tempat beristirahat (resting places)
Biasanya setelah nyamuk betina menggigit orang/hewan, nyamuk tersebut akan beristirahat selama 2 -3 hari, misalnya pada bagian dalam rumah sedangkan diluar rumah seperti gua, lubang lembab, tempat yang berwarna gelap dan lain lain merupakan tempat yang disenangi nyamuk untuk berisitirahat.

2.5. Bionomik nyamuk (kebiasaan hidup)
Bionomik sangat penting diketahui dalam kegiatan tindakan pemberantasan misalnya dalam pemberantasan nyamluk dengan insectisida kita tidak mungkin melaksanakannya, bilamana kita belum mengetahui kebiasaan hidup dari nyamuk, terutama yang menjadi vektor dari satu penyakit. Pada hakekatnya serangga sebagai mahluk hidup mempunyai bermacam-macam kebiasaan, adapun yang perlu diketahui untuk pemberantasan/pengendalian misalnya :
a. Kebiasaan yang berhubungan dengan perkawinan/mencari makan, dan lamanyan hidup.
b. Kebiasaan kegiatan diwaktu malam, dan perputaran menggigitnya.
c. Kebiasaan berlindung diluar rumah dan di dalam rumah.
d. Kebiasaan memilih mangsa
e. Kebiasaan yang berhubungan dengan iklim, suhu, kelembaban dll.
f. Kebiasaan di dalam rumah atau di luar rumah yang berhubungan dengan penggunaan.

3. L a l a t
Lalat merupakan kelas insekta dari diptera, yang terpenting adalah golongan Clyptrata muscodiae bagian dari super family muscodiae.
3.1. Genus Musca
Genus musca yang penting diketahui adalah spesies yang sering terdapat di sekitar rumah dan di dalam rumah adapun tanda-tanda dari lalat rumah (muscadomestica) tubuh berwarna coklat dan kehitam-hitaman pada thorax terdapat 4 garis hitam dan 1 garis hitam medial pada abdomen punggung, vein ke empat dari sayap berbentuk sudut, antena mempunyai 3 segmen, mata terpisah, methamorphosenya sempurna serta tubuh lalat jantan lebih kecil dari tubuh lalat betina.
3.2. Siklus hidup
Lalat memiliki bentuk telur lonjong berwarna putih, lalat betina sekali bertelur 100 -200 telur, stadium lamanyan menetas 12 -24 jam dipengaruhi suhu lingkungan. Dari stadium telur sampai dewasa lamanya sampai 8 -20 hari temperatur optimum untuk kehidupan lalat 24 ° C -32 ° C. Tanpa air lalat akan dapat bertahan hidup sampai ±48 jam .
3.3. Tempat berkembang biak
Tempat Yang disenangi lalat untuk berkembang biak umumnya pada sampah sampah basah, kotoran manusia, binatang dan tumbuh -tumbuhan yang membusuk.
3.4. Cara terbang
Lalat suka terbang terus-menerus, dari hasil penyelidikan jarak terbang lalat pada daerah yang padat penduduknya tidak lebih dari 0,5 km.
3.5. Cara bertelur
Lalat masa bertelurnya 4 -20 hari dan setiap betina dapat bertelur 4 -5 kali semur hidupnya, dengan jumlah sekali bertelur 100 -150 butir.

4. Tikus
Untuk dapat mengenal tikus dalam arti sesunggunya (family muridae) dapat dilakukan dengan indentifikasi morfologi yang menyolok pada jenis tikus) memperhatikan lingkungan hidupnya serta penelusuran secara deskripsi.
4.1. Kebiasaan -kebiasaan tikus.
Tikus mempunyai penglihatan yang buruk tetapi mempunyai panca indera seperti pencium yang tajam, meraba, mendengar. Pada malam hari tikus bergerak di pandu oleh rambut, kumis yang panjang peka terhadap sentuhan. Tikus senang dengan bau harum, khususnya Yang berasal dari makanan manusia. Kebiasaan waktu makan adalah pada malam hari, tikus tidak senang ditempat-tempat yang ramai misalnya gaduh oleh suara mesin melainkan senang ditempat-tempat penyimpanan makanan. Kesukaan mencari makan adalah seperti ditempat sampah, lemari, selokan dan dapur. Umur hidup seekor tikus rata–rata mencapai 1 tahun dan pembiakan cepat terjadi selama musim hujan, apabila terdapat banyak makanan dan tempat untuk berlindung.
4.2. Tanda ada atau tidaknya tikus.
a. Ada dijumpai bekas gigitan yang ditinggalkan tikus misalnya pada pintu jendela, dll.
b. Alur jalan tikus pada umumnya kotor dan berminyak.
c. Di jumpai kotoran tikus, kotoran yang masih lembek, mengkilap berwarna gelap adalah ciri-ciri kotoran yang masih baru, sedangkan kotoran yang sudah lama, keras, kering dan umumnya bewarna abu -abu.
d. Terdengar adanya suara tikus pada saat hari sudah muali gelap. Sarang tikus dijurnpai pada dinding, pada pohon-pohon, tanam-tanaman dan di sela -sela pada rumah, dll.

III. METODOLOGI PENGENDALIAN
Dalarn pengendalian vektor tidaklah mungkin dapat dilakukan pembasmian sampai tuntas, yang mungkin dan dapat dilakukan adalah usaha mengurangi dan menurunkan populasi kesatu tingkat yang tidak membahayakan kehidupan manusia. Namun hendaknya dapat diusahakan agar segala kegiatan dalam rangka memurunkan populasi vektor dapat mencapai hasil yang baik. Untuk itu perlu diterapkan teknologi yang sesuai, bahkan teknologi sederhanapun, yang penting di
dasarkan prinsip dan konsep yang benar. Adapun prinsip dasar dalam pengendalian vektor yang dapat dijadikan sebagai pegangan sebagai berikut :
1. Pengendalian vektor harus menerapkan bermacam-macam cara pengendalian agar vektor tetap berada di bawah garis batas yang tidak merugikan/ membahayakan.
2. Pengendalian vektor tidak menimbulkan kerusakan atau gangguan ekologis terhadap tata lingkungan hidup. Sesuai dengan hal tulisan di atas, penulis mencoba menyampaikan suatu metode pengendalian/pemberantasan nyamuk malaria secara sederhana.

1. Pemberantasan Vektor Malaria dengan cara Sederhana.
Pemberantasan secara sederhana ini adalah dilakukan untuk anopheles aconitus dan Anopheles sundaicus yang merupakan vektor malaria. Dalam pemberantasan ini terlebih dahulu dilakukan pengamatan dengan melihat umur tanaman padi, khususnya tanaman padi rata-rata 4 minggu setelah tanam, karena hal ini menerangkan densitas aconitus mulai meninggi. Tempat perindukan nyamuk anopheles aconitus adalah tempat yang tertutup oleh tanaman air, sedangkan bila permukaan airnya bersih densitasnya rendah, pada hakekatnya tinggi rendahnya densitas anopheles aconitus sulit di ramalkan. Dari hasil suatu penelitian dan pengamatan, untuk menanggulangi nyamuk aconitus dapat dilakukan dengan pengendalian yang sederhana yaitu dengan cara non kimiawi yang tidak mempunyai efek pencemaran lingkungan. Cara ini dapat
dilakukan secara gotong-royong maupun perorangan oleh masyarakat.
1.1. Pengamatan Vektor
Pengamatan vektor sangat penting karena dari kegiatan ini akan terkumpul data yang menerangkan keadaan dan perilaku vektor (nyamuk aconitus) pada suatu waktu. Cara pemberantasan sederhana ini dilakukan terlebih dahulu meninjau lapangan dan menganalisa keadaan lingkungan, khusus tempat peridukan vektor. Nyamuk anopheles aconitus tempat perindukan sering di jmnpai di sawah dan saluran irigasi, dan daerah yang petaninya tidak menanam padi dengan serentak, pada daerah seperti ini densitas anopheles aconitus tinggi. Bila penanaman padi oleh petani dilakukan dengan serentak maka densitas nymuk tersebut anopheles aconitus menyenangi darah hewan binatang akan tetapi banyak di jumpai menggigit orang diluar rumah, tempat istirahat utama adalah tebing parit, Sungai yaitu di bagian dekat air yang lembab,
nyamuk ini di dalam rumah akan hinggap di bagian bawah dinding setinggi + 80 cm dari lantai.
1.2. Pemberantasan
Penyebaran anopheles aconitus terutama dijumpai pada daerah persawahan, sebenarnya upaya pemberantasan vektor utama yang dapat dilakukan adalah penyemprotan runah serta bangunan-bangunan lainnya, seperti dengan menggunakan fenitrothion, namun pemberantasan ini membutuhkan biaya berlipat ganda, dan harus di sadari bahwa dengan penyemprotan adalah
suatu kebijaksanaan jangka pendek sedangkan jangka panjang adalah pengelolaan lingkungan. Cara sederhana diharapkan, yang memungkinkan dapat dilakukan oleh masyarakat dan mampu mengerjakannya.
1.2.1. Untuk mengurangi densitas anopheles aconitus petani diharapkan merawat
saluran irigasi, bagian tepi saluran tidak ada kantong-kantong air hingga air mengalir lancar, dan menanam padi harus serentak sehingga densitas anopheles aconitus terbatas pada periode pendek yaitu pada minggu ke 4 hingga minggu ke 6 setelah musim tanam.
1.2.2. Pengendalian Jentik
Perkembangan jentik hingga dewasa membutuhkan air jika tidak ada air akan mati, maka pengeringan berkala sawah hingga kering betul, merupakan cara pengendalian jentik anopheles aconitus yang dapat dilakukan oleh masyarakat petani.
Perkembangan dari telur hingga menjadi nyamuk diperlukan waktu 13-16 hari, karenanya pengeringan cukup dilakukan dipersawahan, yang dilakukan setiap 10 kali selama 2 hari. Cara lain yaitu petani diharapkan membudayakan tanaman selang-seling antara tanaman berair dengan tanaman tanpa air misalnya palawija, penebaran ikan pemakan jentik. ikan yang di tebarkan tidak mesti ikan kecil tetapi dapat ikan yang mempunyai nilai ekonomi misalnya ikan mujahir, semua keterangan diatas adalah untuk pengendalian jentik.
1.2.3. Pengendalia nyamuk dewasa dengan hewan ternak
Pengendalian nyamuk dewasa dapat dilakukan oleh masyarakat yang memiliki temak lembu, kerbau, babi. Karena nyamuk anopheles aconitus adalah nyamuk yang senangi menyukai darah binatang (ternak) sebagai sumber mendapatkan darah, untuk itu ternak dapat digunakan sebagai tameng untuk melindungi orang dari serangan anopheles aconitus yaitu dengan menempatkan kandang ternak diluar rumah (bukan dibawah kolong dekat dengan rumah). Perlu diketahui bahwa nyamuk anopheles aconitus ini memiliki ciri-cirinya berwarna agak kehitam-hitaman dan rusuk ke 6 mempunyai 3 noda hitam, jumpai pada ujung
rusuk ke 6 putih serta moncong (promboces) separuh bagian ke ujungnya coklat ke kuning-kuningan. Nyamuk anopheles aconitus banyak dijumpai didaerah pulau jawa sedangkan di Sumatera Utara banyak dijumpai didaerah Tapanuli.

IV.KESIMPULAN
1. Pengendalian anopheles aconitus dengan metode sedarhana ini dapat mengajak,khususnya masyarakat petani dalam pemberantasan tanpa menggunakan biaya.
2. Masyarakat petani diharapkan agar tetap memelihara kondisi saluran pengairan sehingga aliran air di persawahan tetap lancar tanpa ada kantong-kantong di pinggir saluran.
3. Petani harus menanam padinya serentak dan mengeringkan sawahnya tiap 10 hari selama 2 hari.
4. Petani diharapkan membudayakan pola tanam selang-seling yaitu tanaman basah dan tanaman kering.
5. Ternak agar ditempatkan kandangnya di dekat perindukan diluar rumah, dan tidak menyatu dengan rumah, serta penebaran ikan pemakan jentik di sawah.
6. Pemberantasan vektor malaria secara sederhmla ini sangat bermanfaat di daerahdaerah pedesaan/pedalaman yang mempunyai areal persawahan yang luas dan metode pemberantasan sederhana ini tidak menimbulkan pencemaran lingkungan.


DAFTARPUSTAKA
1.Santio Kirniwardoyo (1992), Pengamatan dan pemberatasan vektor malaria,
sanitas. Puslitbang Kesehatan Depkes Rl Jakarta
2.Adang Iskandar, Pemberantasan serangga dan binatang pengganggu, APKTS
Pusdiknakes. Depkes RI. Jakarta
Departemen Kesehatan RI. 2008. Perkembangan Kasus Demam Berdarah di Indonesia. http://www.depkes.go.id. Diakses tanggal 13 Maret 2011.
Gandahusada, s; D. Henry; Pribadi W. 1998. Parasitologi Kedokteran Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI: Jakarta.
Lestari, Bekti D; Gama Z.P; Rahardi Brian. 2009. Identifikasi Nyamuk Di Kelurahan Sawojajar Kota Malang. http://biologi.ub.ac.id/files/2010/12/BSS2010ZPGBR.pdf. Diakses Tanggal 8 Maret 2011.
Nasrin. 2008. Faktor-Faktor Lingkungan dan Perilaku yang Berhubungan dengan Kejadian Filariasis di Kabupaten Bangka Barat. http://eprints.undip.ac.id/18335/1/N_A_S_R_I_N.pdf. Diakses tanggal 10 Maret 2011.
Noor, Nasry. 2006. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular, PT. Rineka Cipta: Jakarta.
Nurmaini. 2001. Identifikasi ,Vektor dan Binatang Pengganggu serta Pengendalian Anopheles Aconitus secara Sederhana. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21913/4/Chapter%20II.pdf. Diakses tanggal 8 Maret 2011.
Nurmaini. 2003. Mentifikasi Vektor dan Pengendalian Nyamuk Anopheles. Aconitus Secara sederhana. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3705/1/fkm-nurmaini1.pdf. Diakses tanggal 10 Maret 2011.
Nursakinah. 2008.Efficacy Bioinsectiside Extract Mulwo Leaf (Annona feticula L.) As Larvacide to Aedes Aegepty In Laboratory. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/10/jtptunimus-gdl-s1-2008-nursakinah-495-3-bab2.pdf. Diakses tanggal 10 Maret 2011.
Rosa Emantis; Endah Setyaningrum; Sri Murwani; Irwan Halim. 2009. Identifikasi dan Aktivitas Menggigit Nyamuk Vektor Malaria Di Daerah Pantai Puri Gading Kelurahan Sukamaju Kecamatan Teluk Betung Barat Bandar Lampung. http://lemlit.unila.ac.id/file/arsip%202010./Prosiding%20Dies%20Natalis/KELOMPOK%20A/05%20Emantis%20-%20FMIPA.pdf. Diakses Tanggal 8 Maret 2011.



1 komentar: