my picture

my picture
pribadi

Rabu, 13 Juni 2012

Kolaborasi perawat dan dokter


Kolaborasi perawat dan dokter
Definisi kolaborasi

Kolaborasi merupakan istilah umum yang sering digunakan untuk menggambarkan suatu hubungan kerja sama yang dilakukan pihak tertentu. Sekian banyak pengertian dikemukakan dengan sudut pandang beragam namun didasari prinsip yang sama yaitu mengenai kebersamaan, kerja sama, berbagi tugas, kesetaraan, tanggung jawab dan tanggung gugat. Namun demikian kolaborasi sulit didefinisikan untuk menggambarkan apa yang sebenarnya yang menjadi esensi dari kegiatan ini. Seperti yang dikemukakan National Joint Practice Commision (1977) yang dikutip Siegler dan Whitney (2000) bahwa tidak ada definisi yang mampu menjelaskan sekian ragam variasi dan kompleknya kolaborasi dalam kontek perawatan kesehatan
Berdasarkan kamus Heritage Amerika (2000), kolaborasi adalah bekerja bersama khususnya dalam usaha penggambungkan pemikiran. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukanan oleh Gray (1989) menggambarkan bahwa kolaborasi sebagai suatu proses berfikir dimana pihak yang terklibat memandang aspek-aspek perbedaan dari suatu masalah serta menemukan solusi dari
perbedaan tersebut dan keterbatasan padangan mereka terhadap apa yang dapat dilakukan.
American Medical Assosiation (AMA), 1994, setelah melalui diskusi dan negosiasi yang panjang dalam kesepakatan hubungan professional dokter dan perawat, mendefinisikan istilah kolaborasi sebagai berikut ; Kolaborasi adalah proses dimana dokter dan perawat merencanakan dan praktek bersama sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batasan-batasan lingkup praktek mereka dengan berbagi nilai-nilai dan saling mengakui dan
menghargai terhadap setiap orang yang berkontribusi untuk merawat individu, keluarga dan masyarakat.
Apapun bentuk dan tempatnya, kolaborasi meliputi suatu pertukaran pandangan atau ide yang memberikan perspektif kepada seluruh kolaborator. Efektifitas hubungan kolaborasi profesional membutuhkan mutual respek baik setuju atau ketidaksetujuan yang dicapai dalam interaksi tersebut. Partnership kolaborasi merupakan usaha yang baik sebab mereka menghasilkan outcome yang lebih baik bagi pasien dalam mecapai upaya penyembuhan dan memperbaiki kualitas hidup. Kolaborasi merupakan proses komplek yang membutuhkan sharing pengetahuan yang direncanakan dan menjadi tanggung jawab bersama untuk merawat pasien. Bekerja bersama dalam kesetaraan adalah esensi dasar dari kolaborasi yang kita gunakan untuk menggambarkan hubungan perawat dan dokter. Tentunya ada konsekweksi di balik issue kesetaraan yang dimaksud. Kesetaraan kemungkinan dapat terwujud jika individu yang terlibat merasa dihargai serta terlibat secara fisik dan intelektual saat memberikan bantuan kepada pasien




Definisi dokter
Secara operasional, definisi “Dokter” adalah seorang tenaga kesehatan (dokter) yang menjadi tempat kontak pertama pasien dengan dokternya untuk menyelesaikan semua masalah kesehatan yang dihadapi tanpa memandang jenis penyakit, organologi, golongan usia, dan jenis kelamin, sedini dan sedapat mungkin, secara menyeluruh, paripurna, bersinambung, dan dalam koordinasi serta kolaborasi dengan profesional kesehatan lainnya, dengan menggunakan prinsip pelayanan yang efektif dan efisien serta menjunjung tinggi tanggung jawab profesional, hukum, etika dan moral. Layanan yang diselenggarakannya adalah sebatas kompetensi dasar kedokteran yang diperolehnya selama pendidikan kedokteran.




Definisi perawat
Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Jadi dari pengertian perawat tersebut dapat artikan bahwa seorang dapat dikatakan sebagai perawat dan mempunyai tanggungjawab sebagai perawat manakala yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa dirinya telah menyelesaikan pendidikan perawat baik diluar maupun didalam negeri yang biasanya dibuktikan dengan ijazah atau surat tanda tamat belajar. Dengan kata lain orang disebut perawat bukan dari keahlian turun temurun, malainkan dengan memalui jenjang pendidikan perawat.( Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1239/MenKes/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat pada pasal 1 ayat 1)


KOLABORASI ANTARA DOKTER DAN PERAWAT
Pada saat ini berkembang paradigma baru dalam upaya pemberian palayanan kesehatan yang bermutu dan konfrehensif, tentu hal ini dipicu ketika WHO pada tahun 1984 mendefinisikan sehat yang meliputi sehat fisik,sehat psikis,sehat sosial, dan sehat spiritual. Dulu orang memandang masing –masing berdiri sendiri, hanya sedikit keterkaitan antara satu sama lainnya. Oleh karena itu penanganan kesehatan pada umumnya akan melibatkan berbagai elemen disiplin ilmu yang saling menunjang.
Hubungan dokter dan perawat dalam pemberian asuhan kesehatan kepada pasien merupakan hubungan kemitraan ( partnership) yang lebih mengikat dimana seharusnya terjadi harmonisasi tugas, peran dan tanggung jawab dan sistem yang terbuka.Sebagaimana American Medical Assosiasi ( AMA ), 1994, menyebutkan kolaborasi yang terjadi antara dokter dan perawat dimana mereka merencanakan dan praktek bersama sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batasan-batasan lingkup praktek mereka dengan berbagai nilai – nilai yang saling mengakui dan menghargai terhadap setiap orang yang berkontribusi untuk merawat individu, keluarga dan masyarakat.
Apabila kolaborasi antara dokter dan perawat berjalan sebagaimana dimaksudkan tentu berdampak langsung terhadap pasien, karena banyak aspek positif yang dapat dihasilkan tetapi pada kenyataannya terutama dalam praktek banyak hambatan kolaborasi antara dokter dan perawat sehingga kolaborasi sulit tercipta.

1. Hambatan Kolaborasi Dokter dan Perawat
a. Dominasi Kekuasan
Dari pengamatan penulis terutama dalam praktek Asuhan Keperawatan perawat belum dapat melaksanakan fungsi kolaborasi dengan baik khususnya dengan dokter walaupun banyak pekerjaan yang seharusnya dilakukan dokter dikerjakan oleh perawat, walaupun kadang tidak ada pelimpahan tugasnya dan wewenang. Hal ini karena masih banyaknya dokter yang memandang bahwa perawat merupakan tenaga vokasional. Degradasi keperawatan ke posisi bawahan dalam hubungan kolaborasi perawat-dokter, secara empiris hal ini menunjukkan bahwa dokter berada di tengah proses pengambilan keputusan dan perawat melaksanakan keputusan tersebut. Pada tahun 1968, psikiater Leonard Stein menggambarkan hubungan perawat-dokter pada kenyataanya perawat menjadi pasif.
b. Perbedaan Tingkat Pendidikan/Pengetahuan
Perbedaan tingkat pendidikan dan pengetahuan dokter dan perawat secara umum masih jauh dari harapan hal ini dapat berdampak pada interprestasi terhadap masalah kesehatan pasien yang berbeda, tentu juga akan berdampak pada mutu asuhan yang diberikan.
c. Komunikasi
Komunikasi dibutuhkan untuk mewujudkan kolaborasi yang efektif, bertanggungjawab dan saling menghargai antar kolaborator, catatan kesehatan pasien akan menjadi sumber utama komunikasi yang secara terbuka dapat dipahami sebagai pemberi informasi dari disiplin profesi untuk pengambilan keputusan. Kesenjangan tingkat pendidikan dan pengetahuan akan menghambat proses komunikasi yang efektif.
d. Cara Pandang
Perbedaan antara dokter dan perawat dalam upaya kolaboratif terlihat cukup mencolok. Dokter dapat menentukan atau memandang kolaborasi dalam perspektif yang berbeda dari perawat. Mungkin dokter berpikir bahwa kerjasama tersirat dalam tindak lanjut sehubungan dengan mengikuti perintah /instruksi daripada saling partisipasi dalam pengambilan keputusan. Meskipun komunikasi merupakan komponen yang diperlukan, itu saja tidak cukup untuk memungkinkan kolaborasi terjadi. Gaya maupun cara berkomunikasi juga berpengaruh terhadap efektivitas komunikasi. Pelaksanaan instruksi dokter oleh perawat dipandang sebagai kolaborasi oleh dokter sedangkan perawat merasa mereka sedang diperintahkan untuk melakukan sesuatu. Kemungkinan kedua adalah bahwa perawat tidak merasa nyaman “menantang” dokter dengan memberikan sudut pandang yang berbeda.. Atau, mungkin input yang perawat berikan tidak dihargai atau ditindaklanjuti, sehingga interaksi tersebut tidak dirasakan oleh perawat sebagai kolaborasi.
Trend dan isu ..
Hubungan perawat-dokter adalah satu bentuk hubungan interaksi yang telah cukup lama dikenal ketika memberikan bantuan kepada pasien. Perspektif yang berbeda dalam memandang pasien, dalam prakteknya menyebabkan munculnya hambatan-hambatan teknik dalam melakukan proses kolaborasi. Kendala psikologis keilmuan dan individual, factor sosial, serta budaya menempatkan kedua profesi ini memunculkan kebutuhan akan upaya kolaborasi yang dapat menjadikan keduanya lebih solid dengan semangat kepentingan pasien.
Berbagai penelitian menunjukan bahwa banyak aspek positif yang dapat timbul jika hubungan kolaborasi dokter-perawat berlangsung baik. American Nurses Credentialing Center (ANCC) melakukan risetnya pada 14 rumah sakit melaporkan bahwa hubungan dokter-perawat bukan hanya mungkin dilakukan, tetapi juga berdampak langsung pada hasil yang dialami pasien (Kramer dan Schamalenberg, 2003). Terdapat hubungan korelasi positif antara kualitas hubungan dokter-perawat dengan kualitas hasil yang didapatkan pasien Hambatan kolaborasi dokter dan perawat sering dijumpai pada tingkat profesional dan institusional. Perbedaan status dan kekuasaan tetap menjadi sumber utama ketidaksesuaian yang membatasi pendirian profesional dalam aplikasi kolaborasi. Dokter cenderung pria, dari tingkat ekonomi lebih tinggi dan biasanya fisik lebih besar dibanding perawat, sehingga iklim dan kondisi social masih medukung dominasi dokter. Inti sesungguhnya dari konflik perawat dan dokter terletak pada perbedaan sikap profesional mereka terhadap pasien dan cara berkomunikasi diantara keduanya.
Dari hasil observasi yang telah ada,di rumah sakit nampaknya perawat dalam memberikan asuhan keperawatan belum dapat melaksanakan fungsi kolaborasi khususnya dengan dokter. Perawat bekerja memberikan pelayanan kepada pasien hanya berdasarkan intruksi medis yang juga didokumentasikan secara baik, sementara dokumentasi asuhan keperawatan yang meliputi proses keperawatan tidak ada. Disamping itu hasil wawancara penulis dengan beberapa perawat rumah sakit pemerintah dan swasta, mereka menyatakan bahwa banyak kendala yang dihadapi dalam melaksanakan kolaborasi, diantaranya pandangan dokter yang selalu menganggap bahwa perawat merupakan tenaga vokasional, perawat sebagai asistennya, serta kebijakan rumah sakit yang kurang mendukung. Isu-isu tersebut jika tidak ditanggapi dengan benar dan proporsional
dikhawatirkan dapat menghambat upaya melindungi kepentingan pasien dan masyarakat yang membutuhkan jasa pelayanan kesehatan, serta menghambat upaya pengembangan dari keperawatan sebagai profesi.

Anggota Tim interdisiplin
Tim pelayanan kesehatan interdisiplin merupakan sekolompok profesional yang mempunyai aturan yang jelas, tujuan umum dan berbeda keahlian. Tim akan berfungsi baik jika terjadi adanya konstribusi dari anggota tim dalam memberikan pelayanan kesehatan terbaik. Anggota  tim kesehatan meliputi : pasien, perawat, dokter, fisioterapi, pekerja sosial, ahli gizi, manager,
dan apoteker. Oleh karena itu tim kolaborasi hendaknya memiliki komunikasi yang efektif, bertanggung jawab dan saling menghargai antar sesama anggota tim. Pasien secara integral adalah anggota tim yang penting. Partisipasi pasien dalam pengambilan keputusan akan menambah kemungkinan suatu rencana menjadi efektif. Tercapainya tujuan kesehatan pasien yang optimal hanya dapat dicapai jika pasien sebagai pusat anggota tim. Perawat sebagai anggota membawa persfektif yang unik dalam interdisiplin tim. Perawat memfasilitasi dan membantu pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari praktek profesi kesehatan lain. Perawat
berperan sebagai penghubung penting antara pasien dan pemberi pelayanan
kesehatan. Dokter memiliki peran utama dalam mendiagnosis, mengobati dan mencegah penyakit. Pada situasi ini dokter menggunakan modalitas pengobatan seperti pemberian obat dan pembedahan. Mereka sering berkonsultasi dengan anggota tim lainnya sebagaimana membuat referal pemberian pengobatan. Kolaborasi menyatakan bahwa anggota tim kesehatan harus bekerja dengan kompak dalam mencapai tujuan. Elemen penting untuk mencapai kolaborasi yang efektif meliputi kerjasama, asertifitas, tanggung jawab, komunikasi, otonomi dan kordinasi seperti skema di bawah ini.








Oval: comunication

Oval: Autonomy



Oval: Responsibility

 
                                                                                                          


 





                                                                   

Kerjasama adalah menghargai pendapat orang lain dan bersedia untuk memeriksa beberapa alternatif pendapat dan perubahan kepercayaan. Asertifitas penting ketika individu dalam tim mendukung pendapat mereka dengan keyakinan. Tindakan asertif menjamin bahwa pendapatnya benar-benar didengar dan konsensus untuk dicapai. Tanggung jawab, mendukung suatu keputusan yang diperoleh dari hasil konsensus dan harus terlibat dalam pelaksanaannya.
Komunikasi artinya bahwa setiap anggota bertanggung jawab untuk membagi informasi penting mengenai perawatan pasien dan issu yang relevan untuk membuat keputusan klinis. Otonomi mencakup kemandirian anggota tim dalam batas kompetensinya. Kordinasi adalah efisiensi organisasi yang dibutuhkan dalam perawatan pasien, mengurangi duplikasi dan menjamin orang yang berkualifikasi dalam menyelesaikan permasalahan. Kolaborasi didasarkan pada konsep tujuan umum, konstribusi praktisiprofesional, kolegalitas, komunikasi dan praktek yang difokuskan kepada pasien.Kolegalitas menekankan pada saling menghargai, dan pendekatan professional untuk masalah-masalah dalam team dari pada menyalahkan seseorang atau atau
menghindari tangung jawab. Hensen menyarankan konsep dengan arti yang sama : mutualitas dimana dia mengartikan sebagai suatu hubungan yang memfasilitasi suatu proses dinamis antara orang-orang ditandai oleh keinginan maju untuk mencapai tujuan dan kepuasan setiap anggota. Kepercayaan adalah konsep umum untuk semua elemen kolaborasi. Tanpa rasa pecaya, kerjasama tidak akan ada, asertif menjadi ancaman, menghindar dari tanggung jawab,
terganggunya komunikasi . Otonomi akan ditekan dan koordinasi tidak akan terjadi.
Elemen kunci kolaborasi dalam kerja sama team multidisipliner dapat digunakan untuk mencapai tujuan kolaborasi team :

- Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan menggabungkan
keahlian unik profesional.

- Produktivitas maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber daya

- Peningkatnya profesionalisme dan kepuasan kerja, dan loyalitas
- Meningkatnya kohesifitas antar professional
- Kejelasan peran dalam berinteraksi antar profesional,
- Menumbuhkan komunikasi, kolegalitas, dan menghargai dan memahami
orang lain
Berkaitan dengan issue kolaborasi dan soal menjalin kerja sama kemitraan dengan dokter, perawat perlu mengantisipasi konsekuensi perubahan dari vokasional menjadi profesional. Status yuridis seiring perubahan perawat dari perpanjangan tangan dokter menjadi mitra dokter sangat kompleks. Tanggung jawab hukum juga akan terpisah untuk masing-masing kesalahan atau kelalaian. Yaitu, malpraktik medis, dan malpraktik keperawatan. Perlu ada kejelasan dari pemerintah maupun para pihak terkait mengenai tanggung jawab hukum dari perawat, dokter maupun rumah sakit. Organisasi profesi perawat juga harus berbenah dan memperluas struktur organisasi agar dapat mengantisipasi perubahan. (www. kompas.com. Diakses pada tanggal 20 Maret 2007) Pertemuan profesional dokter-perawat dalam situasi nyata lebih banyak
terjadi dalam lingkungan rumah sakit. Pihak manajemen rumah sakit dapat menjadi fasilitator demi terjalinnyanya hubungan kolaborasi seperti dengan menerapkan sistem atau kebijakan yang mengatur interaksi diantara berbagai profesi kesehatan. Pencatatan terpadu data kesehatan pasien, ronde bersama, dan pengembangan tingkat pendidikan perawat dapat juga dijadikan strategi untuk mencapai tujuan tersebut. Ronde bersama yang dimaksud adalah kegiatan visite bersama antara dokter-perawat dan mahasiswa perawat maupun mahasiswa kedokteran, dengan
tujuan mengevaluasi pelayanan kesehatan yang telah dilakukan kepada pasien. Dokter dan perawat saling bertukar informasi untuk mengatasi permasalahan pasien secara efektif. Kegiatan ini juga merupakan sebagai satu upaya untuk menanamkan sejak dini pentingnya kolaborasi bagi kemajuan proses penyembuhan pasien. Kegiatan ronde bersama dapat ditindaklanjuti dengan
pertemuan berkala untuk membahas kasus-kasus tertentu sehingga terjadi transfer pengetahuan diantara anggota tim. Komunikasi dibutuhkan untuk mewujudkan kolaborasi yang efektif, hal
tersebut perlu ditunjang oleh sarana komunikasi yang dapat menyatukan data kesehatan pasien secara komfrenhensif sehingga menjadi sumber informasi bagi semua anggota team dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu perlu dikembangkan catatan status kesehatan pasien yang memungkinkan komunikasi dokter dan perawat terjadi secara efektif. Pendidikan perawat perlu terus ditingkatkan untuk meminimalkan kesenjangan profesional dengan dokter melalui pendidikan berkelanjutan. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan dapat dilakukan melalui pendidikan formal sampai kejenjang spesialis atau minimal melalui pelatihan-pelatihan yang
dapat meningkatkan keahlian perawat

A. Penutup
Kesimpulan
Untuk mencapai pelayanan yang efektif maka perawat, dokter dan tim kesehatan harus  berkolaborasi satu dengan yang lainnya. Tidak ada kelompok yang dapat menyatakan lebih berkuasa diatas yang lainnya. Masing-masing profesi memiliki kompetensi profesional yang berbeda sehingga ketika digabungkan dapat menjadi kekuatan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Banyaknya faktor yang berpengaruh seperti kerjasama, sikap saling menerima,
berbagi tanggung jawab, komunikasi efektif sangat menentukan bagaimana suatu tim berfungsi. Kolaborasi yang efektif antara anggota tim kesehatan memfasilitasi terselenggaranya pelayanan pasien yang berkualitas.
Saran
1. Untuk Pendidikan:Perlu adanya sosialisasi praktik kolaborasi dan managed care diantara tim kerja kesehatan atau profesi kesehatan mulai dari situasi pendidikan.
2. Untuk Rumah sakit: Untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan kesehatan perlu adanya peningkatan pendidikan perawat dan komunikasi yang baik ke pasien maupun antar tim kerja, dan untuk meningkatkan praktik kolaborasi perlu adanya komitmen bersama antara pemimpin (struktural) dan fungsional (profesi kesehatan), dimana pimpinan dapat mengadopsi managed care dan mensosialisasikan serta dapat diterapkan pada pelayanan.


DAFTAR REFERENSI
Berger, J. Karen and Williams. 1999. Fundamental Of Nursing; Collaborating for
Optimal Health, Second Editions. Apleton and Lange. Prenticehall. USA
Dochterman , Joanne McCloskey PhD, RN, FAAN. 2001 Current Issue in Nursing.
6th Editian . Mosby Inc.USA
Siegler, Eugenia L, MD and Whitney Fay W, PhD, RN., FAAN , alih bahasa Indraty
Secillia, 2000. Kolaborasi Perawat-Dokter ; Perawatan Orang Dewasa dan
Lansia, EGC. Jakarta
www. Nursingworld. 1998.: Collaborations and Independent Practice: Ongoing
Issues for Nursing. Diakses pada tanggal 12 Maret 2007
www. Kompas.com/kompas-cetak/ 2001. Diskusi Era Baru: Perawat Ingin Jadi Mitra
Dokter. Diakses pada tanggal 20 Maret 2007
www.pikiran-rakyat.com/cetak. 2002 : Hak dan Kewajiban Rumah Sakit. Diakses
pada tanggal 20 Maret 2007
www. nursingworld. Sieckert. 2005 Nursing - Physician workplace Collaboration.
Diakses pada tanggal 12 Maret 2007
www.nursingworld. Canon. 2005. New Horizons for Collaborative Partnership.
Diakses pada tanggal 12 Maret 2007
www. Nursingworld. Gardner. 2005. Ten Lessons in Collaboration. Diakses pada
tanggal 12 Maret 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar